Wabah Covid-19 sebagai Alasan Force Majeur dalam Perjanjian

Wabah Covid-19 sebagai Alasan Force Majeur dalam Perjanjian

Apakah force majeur langsung membatalkan perjanjian atau hanya menunda pelaksanaannya? Kami adalah perusahaan kontraktor dan bergerak di bidang konstruksi/pembangunan.

Jawaban. Apabila Anda bergerak dibidang jasa konstruksi, maka ketentuan yang berlaku adalah Undang-Undang No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU 2/2017). UU 2/2017 tidak memberikan definisi mengenai force majeure akan tetapi hanya memberikan syarat untuk setiap kontrak kerja konstruksi harus mencakup peristiwa keadaan memaksa atau force majeure sebagaimana di atur dalam Pasal 47 ayat 2 huruf j UU 2/2017. Menurut ketentuan pasal tersebut beserta penjelasannya, di artikan force majeur sebagai kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Keadaan memaksa mencakup:

  1. keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak, mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya; dan
  2. keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak masih dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, antara lain melalui lembaga pertanggungan (asuransi).

Pasal 23 ayat (1) huruf j Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi juga menyatakan bahwa klausula force majeur dalam kontrak kerja konstruksi mencakup kesepakatan mengenai risiko khusus, macam keadaan memaksa, dan hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa pada keadaan memaksa.

Terminologi “force majeur” juga tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Pasal yang sering digunakan sebagai acuan dalam pembahasan force majeur, yakni Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1244 KUH Perdata

Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.

Pasal 1245 KUH Perdata

Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur utama yang dapat menimbulkan keadaan force majeur adalah:

  1. Adanya kejadian yang tidak terduga;
  2. Adanya halangan yang menyebabkan suatu prestasi tidak mungkin dilaksanakan;
  3. Ketidakmampuan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan debitur;
  4. Ketidakmampuan tersebut tidak dapat dibebankan risiko kepada debitur.

Dan dalam perjanjian biasanya juga diatur mengenai konsekuensi dari adanya peristiwa force majeur, misalnya apakah menunda perjanjian atau dapat dijadikan sebagai syarat batal suatu perjanjian.

Wabah COVID-19 sebagai Alasan Force Majeur

Terkait dengan pertanyaan apakah peristiwa wabah virus corona dapat menjadi alasan force majeur bagi debitur untuk tidak melaksanakan kewajibannya, maka perlu diperhatikan penjelasan berikut ini:

Menurut Subekti dalam buku Pokok-pokok Hukum Perdata (hal. 150), berdasarkan teori, terdapat 2 jenis force majeur, yaitu :

  1. force majeur absolut; dan
  2. force majeur relatif.

force majeure absolut terjadi apabila kewajiban benar-benar tidak dapat dilaksanakan seluruhnya, misalnya ketika objek benda hancur karena bencana alam. Dalam hal ini pemenuhan prestasi tidak mungkin dilaksanakan oleh siapapun juga atau oleh setiap orang.

Force majeure relatif terjadi ketika suatu perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan namun dengan pengorbanan atau biaya yang sangat besar dari pihak debitur, misalnya harga bahan baku impor menjadi sangat tinggi atau pemerintah tiba-tiba melarang membawa barang objek perjanjian keluar dari suatu pelabuhan.

Akibat dari force majeur, terdapat dua kemungkinan, yaitu 

  1. Pengakhiran perjanjian; atau
  2. Penundaan kewajiban.

Pengakhiran perjanjian terjadi ketika halangan bersifat tetap. Misalnya, seorang Stand Up Comedy yang sudah menandatangani kontrak untuk tampil tiba-tiba harus operasi karena kehilangan suara dan harus operasi, sehingga tidak memungkinkan baginya untuk tampil. Pada situasi ini force majeur menyebabkan berakhirnya perjanjian. Artinya dengan berakhirnya perjanjian, maka kontra prestasi juga ikut berakhir.

Penundaan kewajiban terjadi ketika peristiwa force majeur sifatnya sementara. Bila keadaan halangan telah pulih kembali, misal larangan pengiriman barang melalui pos dicabut kembali, maka kewajiban dari penjual kembali pulih untuk menyerahkan barang tersebut.

Apabila Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengubungi kami melalui email: lassa@lassaadvocate.com

Spread the love

Leave a Reply

Close Menu