Saat suami meninggal, ahli warisnya adalah istri dan anak-anaknya, apakah bisa atau sah jika istri menjual tanah/rumah warisan suaminya untuk kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya (anak-anaknya masih SD). Jadi istri mewakili ahli waris lain (anak-anaknya yang masih kecil) kemudian menjual rumah warisan tersebut untuk kebutuhan hidup (pada tahun 1980-an). Posisi sertifikat rumah tersebut masih dijaminkan di bank. Jadi rumah yang masih dalam KPR itu dijual kembali oleh ahli waris kepada pembeli baru. Pembeli dan penjual kemudian membuat PPJB dan pembeli sudah membayar lunas kepada penjual dan saat ini pembeli sudah tinggal di rumah yang sudah dibeli lunas tersebut. Beberapa tahun kemudian, pembeli mengetahui bahwa penjual sudah meninggal dunia, dan anak-anak penjual yang saat ini sudah dewasa keberatan untuk membantu pembeli melakukan balik nama sertifikat dengan alasan anak-anak ini tidak menyetujui penjualan yang dilakukan ibunya dulu. Kalau sudah seperti ini lalu harus bagaimana?
Jawaban:
Masalah hukum yang paling rumit dan kompleks adalah mengenai jual beli tanah dan bangunan. Karena sedikit saja melakukan kesalahan, maka akan ada celah hukum bagi pihak lain untuk menyerang. Jadi dalam proses jual beli tanah dan bangunan tidak boleh hanya berdasarkan itikad baik, karena belum tentu itikad baik itu dimiliki oleh anak cucu yang menjadi ahli waris dikemudian hari.
Pertama, apakah sah jika istri menjual tanah atau rumah warisan mewakili anak-anaknya yang masih kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup? Jawabannya adalah sah.
Pasal 359 KUHPerdata :
Bagi sekalian anak belum dewasa yang tidak bernaung dibawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya tidak telah diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda.
Nah pengajuan untuk menjual tanah atau rumah warisan harus dilakukan 2 tahap :
- Melakukan permohonan perwalian dari anak di bawah umur;
- Permohonan persetujuan untuk menjual harta/hak waris dari anak yang masih dibawah umur.
Setelah mendapatkan penetapan dari 2 permohonan tersebut, maka salah satu ahli waris yang sudah dewasa dapat melakukan transaksi jual beli tanah atau rumah warisan tersebut.
Kedua, mengenai membeli rumah KPR. Seharusnya, membeli rumah yang masih di KPR akan jauh lebih mudah apabila penjual langsung melakukan pelunasan ke bank, sehingga nantinya pengurusan balik nama juga jauh lebih mudah. Bank juga mengetahui ada pemilik baru yang akan menempat rumah tersebut dan pengurusan sertifikat jauh lebih dimudahkan. Atau yang kedua, pembeli yang melakukan pelunasan ke bank dan kemudian Sertifikat diambil dari pihak bank dan diserahkan kepada penjual.
Tetapi dengan dilakukannya Pengikatan jual Beli antara pembeli dan penjual, maka kami tidak mengetahui dengan jelas apa isi dari PPJB tersebut apakah uang diserahkan kepada penjual dan penjual tidak wajib melunaskan ke bank dengan segera artinya penjual tetap melakukan cicilan seperti biasa meski pembeli sudah membayar lunas rumah tersebut, tetapi kami asumsikan yang terakhir ini yang disetujui para pihak. Dengan begitu celah hukum yang lahir dari PPJB tersebut sangat rumit dan kompleks.
Saran kami adalah: Pertama, pada saat membuat PPJB, maka didalam PPJB juga sudah menyebutkan tentang Surat Keterangan Waris dimana seluruh nama ahli waris disebutkan didalamnya dan dicantumkan juga penetapan perwalian anak dibawah umur dan penetapan persetujuan untuk menjual harta waris dari anak dibawah umur. Nah mungkin kalian yang saat ini mengalami permasalahan ini juga bisa kembali melihat perjanjian yang sudah kalian buat, apakah hal-hal yang sudah kami jelaskan ini sudah dimasukkan didalam klausul perjanjian yang kalian buat atau belum.
Kedua, karena proses PPJB dilakukan pada tahun 1980-an, maka hal yang harus disiapkan saat itu adalah membuat akta kuasa menjual, yang artinya apabila sudah lunas maka si penjual tanpa harus melalui ahli waris lainnya, bisa membuat Akta Jual Beli berdasarkan kuasa menjual yang sudah ia buat bersama dengan penjual sebelumnya.
Bagaimana jika ahli waris lain dalam hal ini anak-anak yang sudah dewasa kemudian menyangkali penjualan tersebut dan keberatan untuk menandatangani sertifikat untuk balik nama?
Apa pun alasan yang diberikan oleh ahli waris terkait meminta bagian ataupun mengatakan bahwa tidak pernah menyetujui melakukan jual beli itu tidak dapat dibenarkan.
Saran yang dapat kami berikan adalah:
- Dekati ahli waris/anak2 tersebut untuk menyelesaikan secara kekeluargaan dengan menjelaskan kronologi dilakukannya jual-beli rumah tersebut sebagai upaya membantu ibu mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka pada saat mereka masih anak2.
- Tetapi kalau memang hal ini tidak berhasil maka cara yang kedua adalah membuat somasi atau surat teguran kepada mereka untuk melakukan tandatangan sertifikat balik nama. Surat teguran ini dibuat sebagai bukti bahwa si pembeli beritikad baik untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik-baik.
- Apabila anak2 tersebut keberatan, maka menurut kami mau tidak mau Anda harus membawa masalah ini ke pengadilan. Yang nantinya didalam gugatan tersebut meminta agar anak-anak ini harus tandatangan sertifikat balik nama. Buktikan bahwa memang setelah membeli rumah tersebut selama puluhan tahun, si pembeli yang membayar pajak rumah, mulai dari PBB rumah, sampai pada pemeliharaan rumah, listrik, air, dll. Dengan demikian akan menjadi pertimbangan hakim yang sangat kuat dan berdasar untuk mengabulkan keinginan dari pembeli yang jg sebenarnya korban dari para ahli waris lainnya tersebut.
Atau apabila seluruh cara diatas tidak berhasil, maka merujuk pada Pasal 24 PP 24 Tahun 1997 yang mengatur bahwa :
“Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat:
- penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
- penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.”
Maka apabila jual beli sudah dilakukan sejak tahun 80an, dan setelah itu penguasaan fisik sudah dilakukan sejak pelunasan, maka atas alasan itu maka pembeli bisa mengurus sertifikat rumah tersebut atau mengurusnya di bank untuk mengeluarkan sertifikat tersebut.
Apabila Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat menghubungi kami melalui email: lassa@lassaadvocate.com
sy
24 Nov 2021kalau misalnya jual beli dengan orang tetapi penjualnya ternyata meninggal sedangkan uang sudah masuk 80%. anak2nya tidak mau mengurusi tentang penjualan tsb apa tindakan yang harus dilakukan?
Fariska siagian
4 May 2022Salam pa,
Mohon penjelasannya pak.
Jadi ada tanah yang dahulu dijual nenek saya ke N ketika beliau masih hidup dengan ayah saya sebagai saksi.
Belakangan hari kemudian diketahui nenek saya menjual tanah itu kembali kepada Z dengan saksi paman saya (adiknya ayah).
Nah,saat itu pihak N pernah menuntu dan kasus dimenangkan pihak nenek saya.
Dan sekarang nenek saya sudah meninggal(sudah lebih 10 tahun ) pihak N menggugat ayah saya atas kecurangan nenek saya .Mereka menggugat ayah saya karena beliau adalah saksi saat penjualan tanah tersebut.
Dan mereka meminta rugi atas biaya tanah tersebut dan ingin menyita rumah yg ditempati ayah saya sekarang.
Mohon penjelasannya pak,apakah memang ayah saya bersalah dalam hal ini.?
Terima kasih pak.
Mohon dijawab.
asti
29 Jun 2022banyak yang ingin saya tanyakan mengenai sengketa rumah