Beberapa waktu lalu kantor saya didatangi klien (Ibu A) yang telah menikah dengan seorang Warga Negara Asing (WNA) selama kurang lebih 5 tahun. Saat ini ibu A berencana membeli rumah (SHM) di Surabaya akan tetapi tidak di perbolehkan secara hokum karena perkawinan yang telah dilaksanakan tanpa perjanjian perkawinan (Prenuptial Agreement). Sebenarnya apa itu Perjanjian Perkawinan? Kapan tepatnya perjanjian kawin tersebut dilaksanakan?
Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 (selanjutnya disebut UU Perkawinan) disebutkan bahwa perjanjian perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dengan bunyi sebagai berikut :
Pada waktu atau sebelum perkwinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Apabila tidak dilakukan Perjanjian Perkawinan, maka Pasal 36 UU Perkawinan yang diberlakukan, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Selain didalam UU Perkawinan, Perjanjian Perkawinan juga diatur di Pasal 116 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa perkawinan pada hakikatnya menyebabkan percampuran harta dan persatuan harta pasangan menikah, kecuali apabila pasangan menikah tersebut membuat sebuah perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai pemisahan harta.
Relasi antar Perjanjian kawin dan hak kepemilikan (dalam hal ini tanah dan rumah) bagi paangan WNI yang menikah dengan WNI, diatur dalam Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria) bahwa hanya WNI saja yang diizinkan untuk memiliki tanah berstatus hak milik.
Kembali pada penjelasan mengenai ibu A, bahwa apabila tidak ada perjanjian perkawinan, maka harta suami istri setelah menikah menjadi harta bersama, yang berarti suaminya (WNA) ikut menjadi pemilik rumah dan tanah tersebut.
Nah, bagaimana solusi atas Ibu A yang telah menikah tanpa melakukan Perjanjian Kawin terlebih dahulu?
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 (Putusan MK 69/2015) memutus tentang Pasal 29 UU Perkawinan sebagai berikut:
- Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
- Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
- Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
- Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.
Putusan MK 69/2015 hadir dalam mengatasi kegalauan masyarakat khususnya bagi mereka yang telah menikah dengan pasangan beda warga Negara tanpa adanya perjanjian perkawinan terlebih dahulu.
Ingin tahu (mengenai Perjanjian kawin) lebih lanjut? Anda dapat mengubungi kami melalui email: lassa@lassaadvocate.com