Pinjaman online akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat. yang paling memprihatinkan adalah adanya keinginan (sudah terjadi) bunuh diri yang dilakukan oleh peminjam online akibat depresi karena cara penagihan pinjaman tersebut terlalu berlebihan.
Lalu apakah dapat dibenarkan cara penagihan yang ekstrem (mengancam melalui WA, Facebook, telepon,dll) tersebut?
Bagaimana jika pinjaman online tersebut ternyata tidak memiliki izin/ilegal ?
Kita akan berusaha mengupas berbagai masalah ini dari segi hukum. Dasar dari aktivitas pinjam meminjam diatur dalam Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), Pasal 1754 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Pinjam meminjam ini didasari oleh sebuah perjanjian yang juga diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang tidak terlarang.
Nomor 1 dan 2 merupakan syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan, syarat nomor 3 dan 4 adalah syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Apabila syarat objektif tidak terpenuhi, perjanjian batal demi hukum. Sedangkan jika syarat subjektif tidak terpenuhi, salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dapat dibatalkan.
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”).
Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016 menyatakan bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Adapun penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (“penyelenggara”) adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Sementara, penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Pasal 18 POJK 77/2016 juga menerangkan bahwa Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi:
Perjanjian antara Penyelenggara dengan
Pemberi Pinjaman; dan
perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.
Selain itu, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[4] Terhadap pelanggaran atas kewajiban tersebut, maka berlaku Pasal 47 ayat (1) POJK 77/2016 yang berbunyi:
Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:
- Peringatan tertulis;
- Denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
- Pembatasan kegiatan usaha; dan
- Pencabutan izin.
Sanksi administratif berupa denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Sanksi administratif berupa denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.
Dalam artikel Keabsahan Perjanjian dalam buku Hukum Perikatan, ketidakcakapan dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Ketidakcakapan untuk bertindak (handeling onbekwaamheid), yaitu orang-orang yang sama sekali tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum yang sah. Orang-orang ini disebutkan dalam Pasal 1330 KUH Perdata.
- Ketidakberwenangan untuk bertindak (handeling onbevoegheid), yaitu orang yang tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum tertentu dengan sah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kesimpulannya adalah sebagai berikut :
pinjaman online yang dilakukan secara ilegal DAPAT DIBATALKAN OLEH KARENA: Perjanjian yang dilakukan antara pemberi dan penerima pinjaman PADA SAAT penyelenggara pinjam meminjam uang secara elektronik berstatus ILEGAL/tidak berizin, menjadi dapat dibatalkan. Dalam hal ini, penyelenggara tidak memenuhi unsur kecakapan akibat tidak terdaftar dan berizinnya penyelenggara tersebut.
Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 1451 KUH Perdata, yang berbunyi:
Pernyataan batalnya perikatan-perikatan berdasarkan ketidakcakapan orang-orang tersebut dalam Pasal 1330, mengakibatkan pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian bahwa segala sesuatu yang telah diberikan atau dibayar kepada orang tak berwenang, akibat perikatan itu, hanya dapat dituntut kembali bila barang yang bersangkutan masih berada di tangan orang tak berwenang tadi, atau bila ternyata bahwa orang ini telah mendapatkan keuntungan dan apa yang telah diberikan atau dibayar itu atau bila yang dinikmati telah dipakai bagi kepentingannya.
Maka menurut pendapat kami, karena keadaan kembali seperti semula sebelum perjanjian pinjam meminjam dibuat, Anda pada dasarnya berkewajiban mengembalikan semua uang yang telah dipinjam (hutang pokok).
Apabila Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengubungi kami melalui email: lassa@lassaadvocate.com
anton
27 Jun 2022tolong bantu saya kak