Pengadilan Negeri merupakan bagian dari Peradilan Umum sebagaimana diatur dalam UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo. UU No.8 Tahun 2004 jo. UU No.49 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012. Hal-hal yang dapat diajukan di Pengadilan Negeri adalah Permohonan dan Gugatan dimana Permohonan merupakan masalah yang bersifat kepentingan sepihak tanpa ada sengketa dengan pihak-pihak lain sedangkan Gugatan merupakan masalah yang mengandung sengketa dengan pihak-pihak yang lain.
Di dalam Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus diatur mengenai perkara-perkara apa saja yang dilarang dan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Pada bagian Teknis Peradilan huruf A tentang Permohonan di dalam angka 12 huruf b Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus diatur mengenai Permohonan yang dilarang diajukan ke Pengadilan Negeri adalah :
- Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan.
- Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang. Status keahlian warisan ditentukan dalam suatu gugatan.
- Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah. Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan.
Sehingga berbeda dengan Pengadilan Agama yang berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (untuk selanjutnya disingkat “UU Peradilan Agama”) jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017, memperbolehkan bagi siapa saja yang beragama Islam mengajukan gugatan dalam perkara kewarisan dan permohonan pembagian harta waris. Pengadilan Negeri hanya dapat memeriksa dan memutus perkara-perkara waris dan/atau warisan hanya melalui Gugatan karena dianggap sebagai suatu sengketa.