Akibat dari Proses Jual Beli Tanah yang Tidak Sah dan Solusinya

Akibat dari Proses Jual Beli Tanah yang Tidak Sah dan Solusinya

Tanah dan bangunan adalah benda tidak bergerak (benda tetap) sehingga proses jual belinya berbeda dengan jual beli benda bergerak seperti kendaraan, televisi, dan lain-lain. Secara hukum, jual beli benda bergerak terjadi secara tunai dan seketika, yaitu selesai ketika pembeli membayar harganya dan penjual menyerahkan barangnya. Tetapi khusus tanah dan bangunan penanganannya cukup berbeda. Kenapa? Karena jual beli tanah dan bangunan memerlukan akta otentik. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang. Jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan dengan perjanjian di bawah tangan tidaklah sah, dan tidak menyebabkan beralihnya tanah dan bangunan dari penjual kepada pembeli (meskipun pembeli telah membayar lunas harganya). Lalu pertanyaannya bagaimana kalau ternyata membeli tanah dan dianggap tidak secara hukum? Apa yang harus diperhatikan agar tidak terjadi demikian?

Sebenarnya banyak hal yang menjadi alasan mengapa jual beli tanah dan bangunan menjadi tidak sah secara hukum atau akhirnya bermasalah sehingga tidak bisa di kuasai pembeli, contohnya:

  1. Sertifikat tanah dan bangunan tidak asli atau bodongan;
  2. Perjanjian dibuat dibawah tangan dan tidak melibatkan PPAT
  3. Sertifikat tanah di jaminkan di bank atau koperasi atau pegadaian dan si penjual tidak melakukan pelunasan agar sertifikat di keluarkan dan diserahkan kepada pembeli.

Lalu apa yang harus diperhatikan agar terhindar dari masalah hukum saat melakukan jual beli tanah? Lakukan beberapa hal sebagai berikut:

1. Periksa objek tanah tersebut baik secara fisik maupun surat-suratnya.

Jadi cek keberadaan fisik tersebut, minta pada pemilik untuk bersama-sama pergi ke lokasi tersebut, lalu meminta bukti pembayaran pajak (PBB). Atau pemeriksaan PPB dilakukan di  kantor pajak untuk memastikan bahwa pemilik tanah telah melunasi seluruh PBB yang menjadi kewajibannya.

Lalu cek sertifikat tanahnya di BPN untuk memastikan bahwa tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada di bawah hak tanggungan atau sedang dalam sita jaminan, atau sedang diblokir karena terlibat sengketa hukum. Jika diperlukan, calon pembeli juga dapat memastikan tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada dalam sengketa, yaitu dengan memeriksanya ke Pengadilan Negeri di mana tanah dan bangunan tersebut terletak.

2. Proses Jual Beli dilakukan secara sah yaitu dengan membuat dan menandatangani AJB melalui PPAT.

Apabila tanah dan bangunan tersebut sudah di periksa dan tidak bermasalah, maka proses jual beli dilakukan dengan pembuatan AJB di kantor Notaris/PPAT. Jika penjual dan pembeli tidak sempat atau tidak mengerti proses dan tata cara pemeriksaan tanah sebagaimana dimaksud di atas, penjual dan pembeli dapat meminta Notaris/PPAT untuk melakukan pemeriksaan tersebut sebelum dibuatnya AJB.

Ingat, yang dilakukan adalah AJB bukan PPJB. Kecuali pembeli membelinya dengan system angsuran dan tidak melibatkan KPR Bank.

AJB merupakan syarat untuk pencatatan balik nama sertifikat tanah dari penjual kepada pembeli. Dalam pembuatan AJB, masing-masing pihak penjual dan pembeli berkewajiban membayar pajak transaksi. Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh) dan pembeli harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut Pajak Penjual (PPh) = Harga Jual x 2,5 %, Pajak Pembeli (BPHTB) = {Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5%, Pembeli dan Penjual kemudian juga membayar pembuatan AJB di PPAT yang pada umumnya akan ditanggung bersama atau jika kedua belah pihak bersepakat ditanggung oleh salah satu pihak yang nilainya maksimal 1% dari harga transaksi tanah

AJB dapat dibuat dalam berbagai bentuk sertifikat kepemilikan tanah, baik Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), atau girik. Penandatanganan AJB harus dilakukan di hadapan Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan menyertakan persyaratan dari pihak penjual dan pembeli.

Pihak penjual diharuskan memiliki sertifikat tanah asli, KTP penjual suami/istri (jika penjual suami/istri meninggal, maka perlu membawa akta kematian), bukti PBB 10 tahun terakhir, surat persetujuan suami/istri, dan Kartu Keluarga (KK). Sedangkan pihak pembeli harus menyertakan KTP dan KK.

Proses jual beli tanah selesai apabila nama penjual dalam buku tanah dan sertifikat telah dicoret dengan tanda tangan dari kepala kantor pertanahan.

Apabila Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengubungi kami melalui email: lassa@lassaadvocate.com

Spread the love

This Post Has 7 Comments

  1. Apa akibat dikemudian hari jika harga rumah di AJB tidak sesuai perjanjian awal alias dikurangi ?

    Harga seharusnya 1,170 Milyar
    Di AJB hanya tertera 800 Juta

  2. apakah sah secara hukum AJB yg di buat cuma berdasarkan nomor sertifikat lama tanpa alat bukti nomor SHM

  3. Saya mau bertanya bagaimana jika ada AJB ganda misalnya AJB A dan AJB B tp yang menjadi dasar terbitnya SHM adalah AJB A dan kemudian pemilik AJB B merasa mengalami kerugian sehingga pemilik AJB B melaporkan pemilik AJB A pemalsuan di kepolisian .. bagaimana langkah hukumnya .. terima kasih

  4. Bagaimana cara jual beli yang sah atas tanah bersuratkan keterangan camat saja (SK Camat)?

  5. Ada payung hukum nya pak

  6. haloo kak.. mau tnya. gimana hukum nya jika sertifikat tanah sudah jadi dan sudah atas nama pemilik baru. tapi 20th kmudian pemilik lama menagihkan biaya bphtb dgn harga tanah sekarang?

  7. Saya ingin mendapatkan contoh surat pernyataan kesalahan tulis di AJB, yg sudah kadung ditandatangani, dan dari siapa pernyataan itu di buat? Yrrimsims

Leave a Reply

Close Menu